28 February 2014

Kesenjangan Sosial Jangan Dikeluhkan

"Jika orang kaya sakit, segera dan banyak yang menjenguk. Jika orang miskin (baca:lebih rendah tingkat ekonominya) sakit, ditunda dan sedikit yang menjenguk. Saya sakit, hanya dua orang yang menjenguk". Kalimat itu saya dengar beberapa hari yang lalu sebelum menjenguk rekan kerja yang sakit, saya tulis dengan redaksi berbeda.

Keluhan di atas adalah salah satu bukti ada kesenjangan sosial akibat ekonomi.

Akan tetapi, benarkah masalah menjenguk orang kaya dan  orang kurang mampu hanya karena faktor ekonomi?

Sedikit membandingkan dengan kisah orang kurang mampu yang lain. Ada orang kurang mampu yang jika ia sakit, banyak yang menjenguk. Orang merasa kehilangan tanpa kehadiran orang ini.

Lalu... Apa sesungguhnya faktor lain yang mempengaruhi kesenjangan sosial ini?

Secara alami, manusia akan merasa kehilangan jika sesuatu yang hilang itu sangat penting, banyak manfaatnya. Sesuatu itu bisa berupa benda, alat atau orang. Jadi mungkin kemanfaatan kita juga berpengaruh tentang kesenjangan sosial ini.

Jika orang kaya, memberi manfaat dengan hartanya. Orang yang kurang mampu bisa memberikan manfaat dengan tenaga, pikiran, bahkan perhatian juga bisa mendatangkan manfaat.

Hal yang sulit adalah menata hati agar mampu bermanfaat dalam kondisi kekurangan.

Menurut pemikiran saya, terkadang orang kurang mampu cenderung minder, malu untuk bergaul dengan orang kaya. Ada juga yang merasa kurang cocok dengan gaya pergaulan, pembicaraan orang kaya. Hal ini mengakibatkan kurangnya kedekatan antara orang kaya dan orang kurang mampu.

Pikiran kurang cocok, perasaan minder ini bisa terjadi akibat kurangnya ilmu, ilmu pergaulan, ilmu sosial, dan ilmu yang lainnya. Hal ini juga bisa terjadi karena hati yang sempit, kelam, yang senantiasa berburuk sangka, minder, dan berbagai perasaan buruk lainnya.

Bukankah jika kita ingin bahagia dunia dan akhirat, bisa kita raih dengan ilmu?

Bukankan jika segumpal daging bernama hati baik, maka akan baik keseluruhannya?

Mari sama-sama menjernihkan hati meningkatkan ilmu. Kesenjangan sosial jangan dikeluhkan.

Ini hanya sebagian kecil penyebab kesenjangan sosial. Penulis pemula ini hanya bermaksud belajar menulis, berbagi pemikiran, berharap menjadi blog motivasi, blog inspirasi, blog terbaik, tentu dengan kritik dan saran dari sahabat semua.

Bagaimana menurut sahabat pembaca?

26 February 2014

Sudah Tidak Zamannya Lagi Atasan Kolot

Beberapa hari belakangan ini, salah seorang pembaca blog ini menceritakan bahwa dia tertekan sekali karena pengawas yang mengawas di sekolah tempat dia mengajar begitu nyinyir. Memberikan berbagai kritik tanpa solusi. Bahkan ketika ditanya, jawabannya tidak mencerminkan seorang pengawas. Kesannya baru kemaren sore naik pangkat jadi pengawas.

Seorang teman saya yang lain, mengalami masalah sejenis. Memilih mengundurkan diri karena beban kerja yang tidak sesuai, akibat pimpinan baru yang kurang bijaksana. Saya pikir perusahaan tersebut telah kehilangan karyawan potensial akibat mengangkat pimpinan baru yang kurang kompeten.

Berbanding terbalik dengan itu, saya merasa beruntung mempunyai pimpinan yang luar biasa. Mengetahui kemampuan saya, mampu memotivasi saya, memberikan kepercayaan kepada saya sesuai kemampuan yang saya miliki, mampu menyelesaikan masalah kami para bawahan dengan cepat dan bijaksana, memberikan tugas sesuai kemampuan kami, humoris pada waktu yang tepat, dan berbagai kriteria pimpinan luar biasa yang beliau miliki.

Berdasarkan uraian di atas, saya menggaris bawahi pentingnya pimpinan yang luar biasa. Pimpinan perusahaan, lembaga pendidikan, atasan, atau apapun sebutan untuk orang yang mempunyai bawahan, tidak zamannya lagi pimpinan kolot, Menekan, berkuasa, semena-mena, otoriter, diktator, sok berkuasa dll.

Saya juga belum pernah jadi pemimpin besar. Tapi setidaknya pemimpin yang saya harapkan itu yang mampu memimpin, memahami, mengenali orang yang dipimpin, mangayomi, memotivasi, komunikatif, kreatif dan inovatif. Kriteria pemimpin yang baik juga telah banyak ditulis . Diantaranya 10 kriteria pemimpin yang baik, 7 Ciri Pemimpin yang Baik.

Karyawan, bawahan, atau orang yang dipimpin juga merupakan aset. Aset yang perlu dijaga. Tekanan terkadang bukannya membuat mereka bekerja sesuai target yang ingin diraih, justru membuat hasil yang tidak optimal.

Kewibawaan tidak lagi dicerminkan dengan kemampuan memerintah, kekuasaan, pangkat, atau kediktatoran, tapi lebih kepada kualitas. Kualiatas dan kemampuan memimpin.

Jika ada bawahan, atau tim yang bandel, atau tidak bisa diatur, pemimpin tidak boleh serta merta menyalahkan keadaan, justru pada kondisi demikian kualitas dan kemampuan memimpinnya diuji. Sebuah contoh, dengan anggota tim yang sama, kualitas tim yang sama, bisa menghasilkan tim atau produk yang berbeda, jika pemimpinnya berbeda. Ini membuktikan bahwa bukan anggota tim yang bermasalah, tetapi kemampuan pimpinan mengelola seluruh komponen dengan tepat adalah penentu keberhasilan sebuah tim.

Ini hanya pendapat penulis pemula. Berusaha menjadi blog inspiratif, blog motivasi dan tempat berbagi pemikiran. Bagaimana menurut anda?

24 February 2014

Siapa yang Sesungguhnya Benar

Pagi ini saya membaca tulisan di sebuah blog yang sangat aktif. Tulisan tentang Gejolak Anak Muda. Tulisan ini sangat baik sekali.

Salah satu poin dalam tulisan ini adalah tulisan anak muda yang menggebu-gebu. Seolah mereka mengetahui segalanya.

Saya merasa adalah salah satu dari anak muda itu. Sering kali saya menulis di sosial media tentang kritikan, saran, keluhan yang saya tujukan kepada pejabat, sistem pemerintahan, dan masyarakat umum. Merasa mengetahui segalanya.

Tujuan saya menulis demikian bukanlah karena merasa paling benar, akan tetapi mencoba mengingatkan, berbagi pemikiran dan belajar menulis. Saya juga berharap mendapat respon berupa saran atau pemikiran yang lebih baik. Respon yang membuat pemikiran saya semakin baik dan benar.

Terkadang saya menemukan tulisan saya yang lalu salah, setelah saya mendapat respon dari pembaca atau bahkan setelah mengalami langsung hal yang terkait dengan tulisan saya tersebut. Terkadang kesalahan tulisan tersebut saya temukan setelah saya membaca, melihat, atau menggali beberapa sumber.

Berdasarkan kesalahan tersebut, saya memutuskan untuk lebih mempersiapkan tulisan yang akan saya tulis. Membaca, bertanya dan menggali kebenaran untuk tulisan yang akan saya tulis. Akan tetapi hal ini justru menghambat proses belajar menulis saya, atau bahkan menghentikan proses berpikir. Begitu banyak argumen yang berbeda dan mempunyai kebenaran masing-masing.

Respon dari pembaca tulisan saya beragam. Anak muda mayoritas pro dengan tulisan saya. Sebagian orang tua menganggap saya sok tau. Atau sekedar mengatakan, "Kamu masih muda, belum merasakan, belum terjun langsung, masih idealis, dll". Sebagian orang tua yang lain datar saja. Mungkin mereka lebih memilih membiarkan saya menemukan kebenaran sendiri. Sebagian orang tua lagi aktif memberikan beragam masukkan, yang terkadang benar, namun ada juga yang melebar kemana-mana. Bahkan ada respon orang tua yang lebih sempit dari pemikiran saya.

Lalu... Siapa yang sesungguhnya benar? Apakah saya sepenuhnya salah? Apakah saya harus berhenti menulis karena belum terjun ke bidang yang saya tulis? Apakah saya harus menjadi tua tanpa membaiknya pola pikir saya? Apakah saya harus diam dan mengikuti jejak orang tua yang sekarang sempit pemikirannya?

Ini sekedar tulisan anak muda yang menggebu-gebu, masih belajar merangkai kalimat, masih belajar mengatur sudut pandang pemikiran. Berusaha menjadi penulis blog terbaik, blog inspirasi, blog motivasi, blog tempat berbagi pemikiran.

19 February 2014

Menebar kebaikan atau kebosanan

Salah satu tujuan hidup saya adalah bermanfaat bagi orang lain. Manfaat yang saya maksud bisa berupa ilmu, harta, tenaga, pikiran, bahkan sekedar membuang duri di jalan atau memungut sampah.

Saat ini harta yang saya miliki belum cukup besar manfaatnya untuk orang lain. Mungkin hanya sampai infak jum'at atau sedekah kecil-kecilan.

Maka hal yang kini bisa saya lakukan adalah "menebar kebaikan". Menebar kebaikan melalui menulis, juga memotivasi di depan kelas disela-sela waktu nengajar.

Akan tetapi terkadang saya merasa tulisan atau motivasi yang saya sampaikan terkadang menebar kebosanan bukan kebaikan. Tulisan saya tidak menentu rangkaian kalimatnya. Kalimat motivasi yang saya sampaikan juga bertele-tele.

Kekurangan saya itu membuat saya hampir putus asa. Takut menulis dan segan memotivasi. Takut jika membosankan. Takut jika bertele-tele.

Akan tetapi akhirnya saya sadar. Jika saya berhenti, maka tujuan hidup saya bermanfaat untuk orang lain gagal. Jika saya terus mencoba, tidak tertutup kemungkinan tulisan dan motivasi saya mampu merubah jutaan orang menjadi semangat untuk membuat perubahan positif.

Mari selalu belajar seperti saya yang sedang belajar menulis ini.

05 February 2014

Stadiun Utama Riau yang "Terabaikan"


Stadiun kebanggaan Rakyat Riau ini hampir hilang nilai kebanggaannya. Bahkan ternodai dengan hal-hal negatif. Jika malam hari tiba, Stadiun yang pernah menjadi venue PON ini menjadi tempat mesum beberapa pasangan remaja SMA dan Mahasiswa. Kejahatan geng Motor juga pernah terjadi di kawasan ini.

Stadiun yang belum lunas ini (- Rp165.252.591.685) , kini kondisinya mengenaskan, terabaikan dan tidak terawat. Banyak sampah  ditinggalkan para remaja usai duduk santai atau olahraga. Tidak sedikit coretan merusak pemandangan. Rumput yang ditanam tak sempat menghijau bahkan mati karena selalu dilewati pejalan kaki, sepeda motor dan mobil. Taman yang tak terjaga atau mungkin konstruksinya yang tidak kokoh, juga longsor. Lampu taman, kaca sebagian pecah. Lampu tembak menyala di siang hari.

Jika dikelola dengan baik, sesungguhnya Stadiun dengan nilai kontrak Rp932.679.037.750 ini bisa menjadi tempat olahraga dan rekreasi yang menyenangkan. Pedagang dan pengunjung yang sangat ramai bisa menjadi sumber pendapatan untuk merawat stadiun. Setidaknya untuk membayar tenaga kebersihan dan keamanan.
Tulisan ini masih dangkal. Masih tahap belajar menulis. Mencoba menebar pemikiran untuk kebaikan, bukan untuk perselisihan. Mohon kritik dan saran yang membangun.